What's New Here?

^^Selamat datang di peroja14.blogspot.com^^>>>>>>>>^^<<<<< Terima kasih atas kunjungan Anda di blog kami >>>>>>>> peroja14.blogspot.com >>
Showing posts with label Teori Belajar. Show all posts
Showing posts with label Teori Belajar. Show all posts

Teori Humanistik

Menurut Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. 
Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambatlaun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. 

Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.

Tujuan utama adalah membantu  siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. 

Guru Sebagai Fasilitator
Psikologi humanistik memberi perhatian dan menekankan bahwa guru  berperan sebagai fasilitator yang berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas sifasilitator. Ini merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa guidenes(petunjuk):
a) Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas
b) Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
c) Mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
d) Mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
e) Menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
f) Menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok
g) Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.
h) Mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa
i) Fasilitator tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar
j) Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk mengenali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.

Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajar daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :
a. Merumuskan tujuan belajar yang jelas. 
b. Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas , jujur dan positif.
c. Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri
d. Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri
e. Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dariperilaku yang ditunjukkan.
f. Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
g. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
h. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa


Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterapkan pada pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.

Teori Humanistik

Posted by litelinfo

Menurut Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. 
Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambatlaun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. 

Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.

Tujuan utama adalah membantu  siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. 

Guru Sebagai Fasilitator
Psikologi humanistik memberi perhatian dan menekankan bahwa guru  berperan sebagai fasilitator yang berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas sifasilitator. Ini merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa guidenes(petunjuk):
a) Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas
b) Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
c) Mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
d) Mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
e) Menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
f) Menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok
g) Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.
h) Mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa
i) Fasilitator tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar
j) Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk mengenali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.

Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajar daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :
a. Merumuskan tujuan belajar yang jelas. 
b. Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas , jujur dan positif.
c. Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri
d. Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri
e. Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dariperilaku yang ditunjukkan.
f. Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
g. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
h. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa


Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterapkan pada pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.

Teori Belajar Konstruktivisme Vygotsky

Ratumanan (2004:45) mengemukakan bahwa karya Vygotsky didasarkan pada dua ide utama. Pertama, perkembangan intelektual dapat dipahami hanya bila ditinjau dari konteks historis dan budaya pengalaman anak. Kedua, perkembangan bergantung pada sistem-sistem isyarat mengacu pada simbol-simbol yang diciptakan oleh budaya untuk membantu orang berfikir, berkomunikasi dan memecahkan masalah, dengan demikian  perkembangan kognitif anak mensyaratkan sistem  komunikasi budaya dan belajar menggunakan sistem-sistem ini  untuk menyesuaikan proses-proses berfikir diri sendiri.

Menurut Slavin  (Ratumanan, 2004:49)  ada dua implikasi utama teori Vygotsky dalam pendidikan. Pertama, dikehendakinya setting kelas berbentuk pembelajaran kooperatif antar kelompok-kelompok siswa dengan kemampuan yang berbeda, sehingga siswa dapat berinteraksi dalam mengerjakan tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif di dalam daerah pengembangan terdekat/proksimal masing-masing. Kedua, pendekatan Vygotsky dalam pembelajaran menekankan perancahan (scaffolding). Dengan scaffolding, semakin lama siswa semakin dapat mengambil tanggungjawab untuk pembelajarannya sendiri.

a.    Pengelolaan pembelajaran
Interaksi sosial individu dengan lingkungannya sengat mempengaruhi perkembanganbelajar seseorang, sehingga perkemkembangan sifat-sifat dan jenis manusia akan dipengaruhi oleh kedua unsur tersebut. Menurut Vygotsky dalam Slavin (2000), peserta didik melaksanakan aktivitas belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sejawat yang mempunyai kemampuan lebih. Interaksi sosial ini memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual peserta didik.

b.    Pemberian bimbingan
Menurut Vygotsky, tujuan belajar akan tercapai dengan belajar menyelesaikan tugas-tugas yang belum dipelajari tetapi tugas-tugas tersebut masih berada dalam daerah perkembangan terdekat mereka (Wersch,1985), yaitu tugas-tugas yang terletak di atas peringkat perkembangannya. Menurut Vygotsky, pada saat peserta didik melaksanakan aktivitas di dalam daerah perkembangan terdekat mereka, tugas yang tidak dapat diselesaikan sendiri akan dapat mereka selesaikan dengan bimbingan atau bantuan orang lain.

Implikasi Konstruktivisme dalam Pembelajaran
Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak (Poedjiadi, 1999: 63) adalah sebagai berikut: 
(1) tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi, 
(2) kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan memcahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari dan 
(3) peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.


Dikatakan juga bahwa pembelajaran yang memenuhi metode konstruktivis hendaknya memenuhi beberapa prinsip, yaitu: 
a) menyediakan pengalaman belajar yang menjadikan peserta didik dapat melakukan konstruksi pengetahuan; 
b) pembelajaran dilaksanakan dengan mengkaitkan kepada kehidupan nyata; 
c) pembelajaran dilakukan dengan mengkaitkan kepada kenyataan yang sesuai; 
d) memotivasi peserta didik untuk aktif dalam pembelajaran; 
e) pembelajaran dilaksanakan dengan menyesuaikan kepada kehidupan social peserta didik; 
f) pembelajaran menggunakan barbagia sarana; 
g) melibatkan peringkat emosional peserta didik dalam mengkonstruksi pengetahuan peserta didik (Knuth & Cunningham,1996).

Teori Belajar Konstruktivisme Vygotsky

Posted by litelinfo

Ratumanan (2004:45) mengemukakan bahwa karya Vygotsky didasarkan pada dua ide utama. Pertama, perkembangan intelektual dapat dipahami hanya bila ditinjau dari konteks historis dan budaya pengalaman anak. Kedua, perkembangan bergantung pada sistem-sistem isyarat mengacu pada simbol-simbol yang diciptakan oleh budaya untuk membantu orang berfikir, berkomunikasi dan memecahkan masalah, dengan demikian  perkembangan kognitif anak mensyaratkan sistem  komunikasi budaya dan belajar menggunakan sistem-sistem ini  untuk menyesuaikan proses-proses berfikir diri sendiri.

Menurut Slavin  (Ratumanan, 2004:49)  ada dua implikasi utama teori Vygotsky dalam pendidikan. Pertama, dikehendakinya setting kelas berbentuk pembelajaran kooperatif antar kelompok-kelompok siswa dengan kemampuan yang berbeda, sehingga siswa dapat berinteraksi dalam mengerjakan tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif di dalam daerah pengembangan terdekat/proksimal masing-masing. Kedua, pendekatan Vygotsky dalam pembelajaran menekankan perancahan (scaffolding). Dengan scaffolding, semakin lama siswa semakin dapat mengambil tanggungjawab untuk pembelajarannya sendiri.

a.    Pengelolaan pembelajaran
Interaksi sosial individu dengan lingkungannya sengat mempengaruhi perkembanganbelajar seseorang, sehingga perkemkembangan sifat-sifat dan jenis manusia akan dipengaruhi oleh kedua unsur tersebut. Menurut Vygotsky dalam Slavin (2000), peserta didik melaksanakan aktivitas belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sejawat yang mempunyai kemampuan lebih. Interaksi sosial ini memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual peserta didik.

b.    Pemberian bimbingan
Menurut Vygotsky, tujuan belajar akan tercapai dengan belajar menyelesaikan tugas-tugas yang belum dipelajari tetapi tugas-tugas tersebut masih berada dalam daerah perkembangan terdekat mereka (Wersch,1985), yaitu tugas-tugas yang terletak di atas peringkat perkembangannya. Menurut Vygotsky, pada saat peserta didik melaksanakan aktivitas di dalam daerah perkembangan terdekat mereka, tugas yang tidak dapat diselesaikan sendiri akan dapat mereka selesaikan dengan bimbingan atau bantuan orang lain.

Implikasi Konstruktivisme dalam Pembelajaran
Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak (Poedjiadi, 1999: 63) adalah sebagai berikut: 
(1) tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi, 
(2) kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan memcahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari dan 
(3) peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.


Dikatakan juga bahwa pembelajaran yang memenuhi metode konstruktivis hendaknya memenuhi beberapa prinsip, yaitu: 
a) menyediakan pengalaman belajar yang menjadikan peserta didik dapat melakukan konstruksi pengetahuan; 
b) pembelajaran dilaksanakan dengan mengkaitkan kepada kehidupan nyata; 
c) pembelajaran dilakukan dengan mengkaitkan kepada kenyataan yang sesuai; 
d) memotivasi peserta didik untuk aktif dalam pembelajaran; 
e) pembelajaran dilaksanakan dengan menyesuaikan kepada kehidupan social peserta didik; 
f) pembelajaran menggunakan barbagia sarana; 
g) melibatkan peringkat emosional peserta didik dalam mengkonstruksi pengetahuan peserta didik (Knuth & Cunningham,1996).

Teori Belajar Konstruktivisme Jean Piaget

Teori Belajar Konstruktivisme Jean Piaget
Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Peran guru dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau moderator. Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya.

Proses mengkonstruksi, sebagaimana dijelaskan Jean Piaget adalah sebagai berikut :
Skemata
Sekumpulan konsep yang digunakan  ketika berinteraksi dengan lingkungan disebut dengan skemata. Sejak kecil anak sudah memiliki struktur kognitif yang kemudian dinamakan skema (schema). Skema terbentuk karena pengalaman. Misalnya, anak senang bermain dengan kucing dan kelinci yang sama-sama berbulu putih. Berkat keseringannya, ia dapat menangkap perbedaan keduanya, yaitu bahwa kucing berkaki empat dan kelinci berkaki dua. Pada akhirnya, berkat pengalaman itulah dalam struktur kognitif anak terbentuk skema tentang binatang berkaki empat dan binatang berkaki dua. Semakin dewasa anak, maka semakin sempunalah skema yang dimilikinya. Proses penyempurnaan sekema dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi.

Asimilasi
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian skemata melainkan perkembangan skemata. Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru pengertian orang itu berkembang.

Akomodasi
Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi tejadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.


Keseimbangan
Ekuilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sedangkan diskuilibrasi adalah keadaan dimana tidak seimbangnya antara proses asimilasi dan akomodasi, ekuilibrasi dapat membuat seseorang menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya.

Teori Belajar Konstruktivisme Jean Piaget

Posted by litelinfo

Teori Belajar Konstruktivisme Jean Piaget
Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Peran guru dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau moderator. Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya.

Proses mengkonstruksi, sebagaimana dijelaskan Jean Piaget adalah sebagai berikut :
Skemata
Sekumpulan konsep yang digunakan  ketika berinteraksi dengan lingkungan disebut dengan skemata. Sejak kecil anak sudah memiliki struktur kognitif yang kemudian dinamakan skema (schema). Skema terbentuk karena pengalaman. Misalnya, anak senang bermain dengan kucing dan kelinci yang sama-sama berbulu putih. Berkat keseringannya, ia dapat menangkap perbedaan keduanya, yaitu bahwa kucing berkaki empat dan kelinci berkaki dua. Pada akhirnya, berkat pengalaman itulah dalam struktur kognitif anak terbentuk skema tentang binatang berkaki empat dan binatang berkaki dua. Semakin dewasa anak, maka semakin sempunalah skema yang dimilikinya. Proses penyempurnaan sekema dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi.

Asimilasi
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian skemata melainkan perkembangan skemata. Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru pengertian orang itu berkembang.

Akomodasi
Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi tejadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.


Keseimbangan
Ekuilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sedangkan diskuilibrasi adalah keadaan dimana tidak seimbangnya antara proses asimilasi dan akomodasi, ekuilibrasi dapat membuat seseorang menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya.

Teori Konstruktivisme

3. Teori Konstruktivism
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari
Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.
Konsep umum Pendekatan konstruktivisme seperti :
a.    Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.
b.    Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka.
c.    Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling memengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.
d.    Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.
e.    Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.
f.     Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar untuk menarik miknat pelajar.

Menurut teori ini, satu prinsip yang mendasar adalah guru tidak hanya memberikan pengetahuan kepada siswa, namun siswa juga harus berperan aktif membangun sendiri pengetahuan di dalam memorinya. Dalam hal ini, guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan membri kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan siswa anak tangga yang membawasiswa ke tingkat pemahaman yang lebih tinggi dengan catatan siswa sendiri yang mereka tulis dengan bahasa dan kata-kata mereka sendiri.

Makna belajar menurut konstruktivisme adalah aktivitas yang aktif, dimana pesrta didik membina sendiri pengtahuannya, mencari arti dari apa yang mereka pelajari dan merupakan proses menyelesaikan konsep dan idea-idea baru dengan kerangka berfikir yang telah ada dan dimilikinya (Shymansky,1992).

Dalam mengkonstruksi pengetahuan tersebut peserta didik diharuskan mempunyai dasar bagaimana membuat hipotesis dan mempunyai kemampuan untuk mengujinya, menyelesaikan persoalan, mencari jawaban dari persoalan yang ditemuinya, mengadakan renungan, mengekspresikan ide dan gagasan sehingga diperoleh konstruksi yang baru

Baca juga :
Teori Belajar Konstruktivisme Jean Piaget
Teori Belajar Konstruktivisme Vygotsky

Teori Konstruktivisme

Posted by litelinfo

3. Teori Konstruktivism
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari
Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.
Konsep umum Pendekatan konstruktivisme seperti :
a.    Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.
b.    Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka.
c.    Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling memengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.
d.    Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.
e.    Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.
f.     Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar untuk menarik miknat pelajar.

Menurut teori ini, satu prinsip yang mendasar adalah guru tidak hanya memberikan pengetahuan kepada siswa, namun siswa juga harus berperan aktif membangun sendiri pengetahuan di dalam memorinya. Dalam hal ini, guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan membri kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan siswa anak tangga yang membawasiswa ke tingkat pemahaman yang lebih tinggi dengan catatan siswa sendiri yang mereka tulis dengan bahasa dan kata-kata mereka sendiri.

Makna belajar menurut konstruktivisme adalah aktivitas yang aktif, dimana pesrta didik membina sendiri pengtahuannya, mencari arti dari apa yang mereka pelajari dan merupakan proses menyelesaikan konsep dan idea-idea baru dengan kerangka berfikir yang telah ada dan dimilikinya (Shymansky,1992).

Dalam mengkonstruksi pengetahuan tersebut peserta didik diharuskan mempunyai dasar bagaimana membuat hipotesis dan mempunyai kemampuan untuk mengujinya, menyelesaikan persoalan, mencari jawaban dari persoalan yang ditemuinya, mengadakan renungan, mengekspresikan ide dan gagasan sehingga diperoleh konstruksi yang baru

Baca juga :
Teori Belajar Konstruktivisme Jean Piaget
Teori Belajar Konstruktivisme Vygotsky

Teori Belajar Kognitif

Teori belajar kognitif  merupakan sebuah teori yang luas dan mencoba untuk menjelaskan tentang proses berpikir dan berbagai proses mental. Selain itu, teori belajar kognitif juga menjelaskan  bagaimana berbagai proses mental ini dipengaruhi oleh faktor faktor yang berasal dari internal dan eksternal untuk menghasilkan pembelajaran secara individu.

Pada saat proses kognitif bekerja secara normal, maka akuisisi dan penyimpanan pengetahuan akan bekerja dengan baik dan semestinya. Namun, pada saat proses kognitif ini tidak efektif, maka penundaan dalam proses belajar dan berbagai kesulitan dalam belajar akan dapat terlihat.

Proses yang terjadi menurut teori belajar kognitif adalah observasi, pengkategorian dan pembentukan pendapat umum tentang lingkungan kita. Gangguan yang terjadi dalam proses kognitif alami akan menyebabkan masalah dalam perilaku suatu individu dan hal yang menjadi factor kunci dalam menangani masalah ini terletak pada bagaimana mengubah proses yang terganggu tersebut.

Contohnya adalah bagaimana seseorang dengan gangguan perilaku makan sesungguhnya mempercayai bahwa mereka memiliki berat badan yang berlebih. Beberapa dari mereka merupakan hasil dari gangguan kognitif yang terjadi sebagai akibat dari persepsi terhadap berat badan mereka sendiri yang terganggu.

Teori belajar kognitif menjelaskan bagaimana otak manusia, yang merupakan jaringan paling hebat untuk memproses dan mengintepretasikan informasi yang digunakan oleh manusia pada saat mempelajari berbagai hal. Secara umum, teori belajar kognitif dapat dibagi dalam 2 bagian besar yang lebih spesifik, yaitu: Teori kognitif sosial dan Teori kognitif behavioral atau perilaku.

Pada saat kita mendengar kata belajar, maka yang biasanya kita maksud adalah “melakukan proses pemikiran dengan menggunakan otak”. Konsep yang paling mendasar dari belajar ini merupakan pandangan yang paling utama dari teori belajar kognitif. Teori ini sendiri telah banyak digunakan untuk menjelaskan berbagai proses mental yang memberikan pengaruh dan mempengaruhi berbagai faktor. Faktor faktor intrinsik dan ekstrinsik nantinya akan mempengaruhi proses belajar dari suatu individu. 

Teori belajar kognitif menunjukkan bahwa dengan berbagai proses berbeda yang berhubungan, proses belajar dapat dijelaskan dengan pertama melakukan analisa secara mendalam terhadap bermacam proses mental yang terjadi. Selain itu, teori belajar kognitif juga menganjurkan bahwa dengan proses kognitif yang efektif maka proses belajar akan menjadi lebih mudah dan informasi baru akan dapat disimpan dalam ingatan untuk waktu yang sangat lama

arikel terkait :
Teori kognitif sosial 
Teori kognitif behavioral atau perilaku
Proses Mental dalam Psikologi Kognitif

Teori Belajar Kognitif

Posted by litelinfo

Teori belajar kognitif  merupakan sebuah teori yang luas dan mencoba untuk menjelaskan tentang proses berpikir dan berbagai proses mental. Selain itu, teori belajar kognitif juga menjelaskan  bagaimana berbagai proses mental ini dipengaruhi oleh faktor faktor yang berasal dari internal dan eksternal untuk menghasilkan pembelajaran secara individu.

Pada saat proses kognitif bekerja secara normal, maka akuisisi dan penyimpanan pengetahuan akan bekerja dengan baik dan semestinya. Namun, pada saat proses kognitif ini tidak efektif, maka penundaan dalam proses belajar dan berbagai kesulitan dalam belajar akan dapat terlihat.

Proses yang terjadi menurut teori belajar kognitif adalah observasi, pengkategorian dan pembentukan pendapat umum tentang lingkungan kita. Gangguan yang terjadi dalam proses kognitif alami akan menyebabkan masalah dalam perilaku suatu individu dan hal yang menjadi factor kunci dalam menangani masalah ini terletak pada bagaimana mengubah proses yang terganggu tersebut.

Contohnya adalah bagaimana seseorang dengan gangguan perilaku makan sesungguhnya mempercayai bahwa mereka memiliki berat badan yang berlebih. Beberapa dari mereka merupakan hasil dari gangguan kognitif yang terjadi sebagai akibat dari persepsi terhadap berat badan mereka sendiri yang terganggu.

Teori belajar kognitif menjelaskan bagaimana otak manusia, yang merupakan jaringan paling hebat untuk memproses dan mengintepretasikan informasi yang digunakan oleh manusia pada saat mempelajari berbagai hal. Secara umum, teori belajar kognitif dapat dibagi dalam 2 bagian besar yang lebih spesifik, yaitu: Teori kognitif sosial dan Teori kognitif behavioral atau perilaku.

Pada saat kita mendengar kata belajar, maka yang biasanya kita maksud adalah “melakukan proses pemikiran dengan menggunakan otak”. Konsep yang paling mendasar dari belajar ini merupakan pandangan yang paling utama dari teori belajar kognitif. Teori ini sendiri telah banyak digunakan untuk menjelaskan berbagai proses mental yang memberikan pengaruh dan mempengaruhi berbagai faktor. Faktor faktor intrinsik dan ekstrinsik nantinya akan mempengaruhi proses belajar dari suatu individu. 

Teori belajar kognitif menunjukkan bahwa dengan berbagai proses berbeda yang berhubungan, proses belajar dapat dijelaskan dengan pertama melakukan analisa secara mendalam terhadap bermacam proses mental yang terjadi. Selain itu, teori belajar kognitif juga menganjurkan bahwa dengan proses kognitif yang efektif maka proses belajar akan menjadi lebih mudah dan informasi baru akan dapat disimpan dalam ingatan untuk waktu yang sangat lama

arikel terkait :
Teori kognitif sosial 
Teori kognitif behavioral atau perilaku
Proses Mental dalam Psikologi Kognitif

Proses Mental dalam Psikologi Kognitif

Proses Mental dalam Psikologi Kognitif
Fokus utama dari para psikolog yang mengusung teori pembelajaran kognitif adalah proses mental yang mempengaruhi tingkah laku dari manusia. Proses mental yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Perhatian
Definisi perhatian menurut ilmu psikologi merupakan suatu keadaan kesadaran yang terfokuskan pada suatu perangkat dari informasi yang tersedia secara perseptual. Fungsi kunci dari perhatian adalah untuk mengidentifikasi data yang tidak relevan dan memfilter informasi tersebut. Dengan demikian maka data penting yang ada akan dapat diditribusikan kepada proses mental lainnya. Contohnya otak manusia dapat secara berkesinambungan menerima informasi suara, visual, rasa dan sentuhan.
Otak manusia dapat menangani hanya sedikit dari seperangkat informasi ini dan ini dapat tercapai melalui proses perhatian.

Perhatian cenderung mengacu pada informasi yang bersifat visual ataupun pendengaran. Satu titik focus utama yang berkaitan dengan perhatian di dalam bisang psikologi kognitif adalah konsep dari perhatian yang terbagi. Sejumlah penelitian terdahulu yang mempelajari tentang kemampuan seseorang yang mengenakan headphones untuk memahami pembicaraan yang bermakna pada saat dihadapkan dengan pesan yang diterima dari telinga yang lain. Hal ini dikenal dengan pendengaran dikostik.
Hal utama yang ditemukan melalui penelitian ini melibatkan pemahaman yang lebih dalam akan kemampuan pikiran untuk memberikan fokus kepada satu pesan dan pada saat yang sama juga tetap memiliki kesadaran akan informasi yang diterima dari telinga yang tidak diberikan perhatian secara sadar.

Contoh dalam eksperimen ini adalah misalnya para peserta yang diberikan headphone akan diberitahu bahwa mereka akan mendengarkan dua informasi yang berbeda di masing masing telinga. Kemudian, mereka hanya diharapkan untuk memberikan perhatian mengenai informasi yang terkait dengan bola basket. Pada saat eksperimen dimulai, pesan tentang bola basket akan diperdengerkan melalui telinga kiri dan pesan lainnya akan diperdengerkan melalui telinga kanan.

Setelah beberapa waktu, informasi terkait bola basket akan dipindahkan ke telinga kanan dan informasi lain yang tidak relevan akan diperdengarkan di telinga sebelah kiri. Pada saat ini terjadi, para peserta umumnya mampu untuk mengulangi seluruh pesan pada saat eksperimen berakhir terlepas dari saat mereka mendengarkan pesan tersebut. Kemampuan untuk memberikan perhatian kepada satu pembicaraan pada saat banyak pembicaraan berlangsung dikenal dengan “cocktail party effect”.

2. Ingatan
Seara umum ada 2 macam ingatan yaitu ingatan jangka pendek dan ingatan jangka panjang. Para psikolog dalam bidang psikologi kognitif lebih sering memperlajari ingatan jangka pendek.
a. Ingatan jangka pendek
Ingatan ini dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengingat informasi pada saat dihadapkan dengan gangguan. Kapasitas ingatan secara umum dikenal sebagai 7 kurang atau lebih 2 adalah merupakan kombinasi dari ingatan jangka pendek dan ingatan jangka pnjang.
Dalam salah satu eksperimen klasik yng dilakukan oleh Ebbinghaus, ditemukan bahwa informasi dari awal dan akhir dari daftar sejumlah kata yang disusun secara acak lebih sering diingat dibandingkan dengan kata yang berada di tengah. Hal ini dikenal sebagai “serial position effect”. Ini merupakan kurva yang berbentuk U dan dapat diganggu dengan kata kata yang menraih perhatian, umumnya dikenal dengan “Von Restorff Effect”.
Banyak model dari ingatan jangka pendek yang telah dibuat. Salah satu model yang paling terkenal adalah model yang dibuat oleh Baddeley dan Hitch. Model ini memberikan pertimbangan terhadap stimulus visual dan pendengaran. Ingatan jangka panjang digunakan sebagai suatu referensi dan merupakan pusat pemrosesan untuk menggabungkan dan memahami semuanya.

b. Ingatan jangka panjang
Konsep modern dari ingatan secara umum biasanya adalah tentang ingatan jangka panjang yang terbagi dalam 3 sub kategori, yaitu:
Ingatan Procedural
Ingatan yang diperoleh sebagai hasil dari melakukan tindakan tertentu. Hal ini seringkali diaktifkan oleh suatu level kesadaran yang rendah atau membutuhkan tingkat kesadaran yang minimal. Ingatan procedural meliputi inforasi yang bersifat stimulus dan ransangan yang diaktifkan melalui asosiasi dengan tugas dan aktivitas rutin tertentu. Seseorang biasanya menggunakan pengetahuan procedural pada saat mereka secara otomatis memberikan tanggapan terhadap situasi atau proses tertentu.

3. Persepsi
Pembentukan persepsi melibatkan indera fisik seperti indera pengelihatan, indera penciuman, indera penciuman dan indera perasa serta proses kognitif. Proses kognitif digunakan untuk mengintepretasikan rangsangan yang diterima oleh seluruh indera tersebut.
Pada dasarnya, manusia memahami lingkungan sekeliling mereka melalui intepretasi dari stimulus yang diterima. Para psikolog terdahulu seperti Edward B. Tichener mulai bekerja dengan persepsi dalam pendekatan mereka yang bersifat strukturalis terhadap ilmu psikologi.
Dewasa ini, perspektif akan persepsi dalam psikologi kognitif cenderung berfokus kepada cara tertentu di mana pikiran manusia mengintepretasikan stimulus yang diterima oleh indera dan bagaimanakah intepretasi tersebut mempengaruhi perilaku.

4. Bahasa
Para psikolog telah sejak lama memiliki minat terhadap proses kognitif yang melibatkan bahasa. Tepatnya adalah sejak tahun 1870an pada saat Carl Wenicke mengajukan sebuah model untuk proses mental dari bahasa.
Karya tentang bahasa yang lebih kini bervariasi dengan luas. Para psikolog kognitif mempelajari akuisisi bahasa, pembentukan komponen individual dari bahasa seperti phonem, bagaimana penggunaan bahasa terlibat dalam mood serta berbagai bidang lainnya yang terkait.

Karya yang signifikan yang terbaru berkaitan dengan akuisisi bahasa dan bagaimanakah itu digunakan untuk menentukan apakah seorang anak memiliki atau beresiko memiliki gangguan dalam belajar

Proses Mental dalam Psikologi Kognitif

Posted by litelinfo

Proses Mental dalam Psikologi Kognitif
Fokus utama dari para psikolog yang mengusung teori pembelajaran kognitif adalah proses mental yang mempengaruhi tingkah laku dari manusia. Proses mental yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Perhatian
Definisi perhatian menurut ilmu psikologi merupakan suatu keadaan kesadaran yang terfokuskan pada suatu perangkat dari informasi yang tersedia secara perseptual. Fungsi kunci dari perhatian adalah untuk mengidentifikasi data yang tidak relevan dan memfilter informasi tersebut. Dengan demikian maka data penting yang ada akan dapat diditribusikan kepada proses mental lainnya. Contohnya otak manusia dapat secara berkesinambungan menerima informasi suara, visual, rasa dan sentuhan.
Otak manusia dapat menangani hanya sedikit dari seperangkat informasi ini dan ini dapat tercapai melalui proses perhatian.

Perhatian cenderung mengacu pada informasi yang bersifat visual ataupun pendengaran. Satu titik focus utama yang berkaitan dengan perhatian di dalam bisang psikologi kognitif adalah konsep dari perhatian yang terbagi. Sejumlah penelitian terdahulu yang mempelajari tentang kemampuan seseorang yang mengenakan headphones untuk memahami pembicaraan yang bermakna pada saat dihadapkan dengan pesan yang diterima dari telinga yang lain. Hal ini dikenal dengan pendengaran dikostik.
Hal utama yang ditemukan melalui penelitian ini melibatkan pemahaman yang lebih dalam akan kemampuan pikiran untuk memberikan fokus kepada satu pesan dan pada saat yang sama juga tetap memiliki kesadaran akan informasi yang diterima dari telinga yang tidak diberikan perhatian secara sadar.

Contoh dalam eksperimen ini adalah misalnya para peserta yang diberikan headphone akan diberitahu bahwa mereka akan mendengarkan dua informasi yang berbeda di masing masing telinga. Kemudian, mereka hanya diharapkan untuk memberikan perhatian mengenai informasi yang terkait dengan bola basket. Pada saat eksperimen dimulai, pesan tentang bola basket akan diperdengerkan melalui telinga kiri dan pesan lainnya akan diperdengerkan melalui telinga kanan.

Setelah beberapa waktu, informasi terkait bola basket akan dipindahkan ke telinga kanan dan informasi lain yang tidak relevan akan diperdengarkan di telinga sebelah kiri. Pada saat ini terjadi, para peserta umumnya mampu untuk mengulangi seluruh pesan pada saat eksperimen berakhir terlepas dari saat mereka mendengarkan pesan tersebut. Kemampuan untuk memberikan perhatian kepada satu pembicaraan pada saat banyak pembicaraan berlangsung dikenal dengan “cocktail party effect”.

2. Ingatan
Seara umum ada 2 macam ingatan yaitu ingatan jangka pendek dan ingatan jangka panjang. Para psikolog dalam bidang psikologi kognitif lebih sering memperlajari ingatan jangka pendek.
a. Ingatan jangka pendek
Ingatan ini dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengingat informasi pada saat dihadapkan dengan gangguan. Kapasitas ingatan secara umum dikenal sebagai 7 kurang atau lebih 2 adalah merupakan kombinasi dari ingatan jangka pendek dan ingatan jangka pnjang.
Dalam salah satu eksperimen klasik yng dilakukan oleh Ebbinghaus, ditemukan bahwa informasi dari awal dan akhir dari daftar sejumlah kata yang disusun secara acak lebih sering diingat dibandingkan dengan kata yang berada di tengah. Hal ini dikenal sebagai “serial position effect”. Ini merupakan kurva yang berbentuk U dan dapat diganggu dengan kata kata yang menraih perhatian, umumnya dikenal dengan “Von Restorff Effect”.
Banyak model dari ingatan jangka pendek yang telah dibuat. Salah satu model yang paling terkenal adalah model yang dibuat oleh Baddeley dan Hitch. Model ini memberikan pertimbangan terhadap stimulus visual dan pendengaran. Ingatan jangka panjang digunakan sebagai suatu referensi dan merupakan pusat pemrosesan untuk menggabungkan dan memahami semuanya.

b. Ingatan jangka panjang
Konsep modern dari ingatan secara umum biasanya adalah tentang ingatan jangka panjang yang terbagi dalam 3 sub kategori, yaitu:
Ingatan Procedural
Ingatan yang diperoleh sebagai hasil dari melakukan tindakan tertentu. Hal ini seringkali diaktifkan oleh suatu level kesadaran yang rendah atau membutuhkan tingkat kesadaran yang minimal. Ingatan procedural meliputi inforasi yang bersifat stimulus dan ransangan yang diaktifkan melalui asosiasi dengan tugas dan aktivitas rutin tertentu. Seseorang biasanya menggunakan pengetahuan procedural pada saat mereka secara otomatis memberikan tanggapan terhadap situasi atau proses tertentu.

3. Persepsi
Pembentukan persepsi melibatkan indera fisik seperti indera pengelihatan, indera penciuman, indera penciuman dan indera perasa serta proses kognitif. Proses kognitif digunakan untuk mengintepretasikan rangsangan yang diterima oleh seluruh indera tersebut.
Pada dasarnya, manusia memahami lingkungan sekeliling mereka melalui intepretasi dari stimulus yang diterima. Para psikolog terdahulu seperti Edward B. Tichener mulai bekerja dengan persepsi dalam pendekatan mereka yang bersifat strukturalis terhadap ilmu psikologi.
Dewasa ini, perspektif akan persepsi dalam psikologi kognitif cenderung berfokus kepada cara tertentu di mana pikiran manusia mengintepretasikan stimulus yang diterima oleh indera dan bagaimanakah intepretasi tersebut mempengaruhi perilaku.

4. Bahasa
Para psikolog telah sejak lama memiliki minat terhadap proses kognitif yang melibatkan bahasa. Tepatnya adalah sejak tahun 1870an pada saat Carl Wenicke mengajukan sebuah model untuk proses mental dari bahasa.
Karya tentang bahasa yang lebih kini bervariasi dengan luas. Para psikolog kognitif mempelajari akuisisi bahasa, pembentukan komponen individual dari bahasa seperti phonem, bagaimana penggunaan bahasa terlibat dalam mood serta berbagai bidang lainnya yang terkait.

Karya yang signifikan yang terbaru berkaitan dengan akuisisi bahasa dan bagaimanakah itu digunakan untuk menentukan apakah seorang anak memiliki atau beresiko memiliki gangguan dalam belajar

Teori Kognitif Behavioral atau Perilaku

2. Teori Kognitif Behavioral atau Perilaku
Pada dasarnya teori kognitif perilaku ini menjelaskan tentang peranan dan pengaruh dari kognisi atau mengetahui dalam menentukan dan memperikirakan tentang pola tingkah laku dari suatu individu.
Dasar dari teori ini dikembangkan oleh Aaron Beck.
Teori Kognitif Behavioral mengataan bahwa para individu cenderung untuk membentuk suatu konsep pribadi yang akan memberikan pengaruh terhadap tingkah laku yang mereka tunjukkan. Konsep konsep ini dapat bersifat positif dan negatif. Selain itu, berbagai macam konsep ini juga dapat mempengaruhi lingkungan di mana seseorang berada.
Selanjutnya teori kognitif behavioral ini menjelaskan tentang tingkah laku manusia dan proses belajar dengan menggunakan apa yang disebut dengan “triad kognitif”.

Seorang psikolog akan mencoba untuk mengubah pola pemikiran dari pasien yang berpikir bahwa mereka memiliki kelebihan berat badan dengan tujuan untuk mengurangi perilaku tidak sehat yang dihasilkannya.

Psikologi kognitif mulai berkembang secara pesat sejak tahun 1950an terutama pada pertengahan tahun 50an. Perkembangan psikologi kognitif dalam psikologi modern sendiri dimulai ejak tahun 1948 pada saat Norbert Wiener menerbitkan bukunya yang berjudul “Cybernetics: or Control and Communication in the Animal and the Machine”. Dalam bukunya tersebut, Wiener memperkenalkan istilah istilah baru seperti input dan output.
Lebih lanjut, juga pada tahun 1948, Tolman menerbitkan risetnya yang berkaitan dengan pemetaan kognitif, yaitu melatih tikus tikus untuk berjalan dalam sebuah labirin. Dengan melalui eksperimennya tersebut, Tolman mengambil kesimpulan bahwa hewan juga memiliki representasi internal dari tingkah laku.

Kemudian lahirnya psikologi kognitif sendiri sering kali ditujukan pada peristiwa yang terjadi pada tahun 1956, yaitu pada saat terbitnya buku dari George Miller yang berjudul “The Magical Number 7 plus or Minus 2”. Perkembangan dari psikologi kognitif sendiri didukung dengan pendirian Center for Cognitive Studies atau Pusat untuk Penelitian Kognitif di Harvard. Pusat penelitian ini didirikan oleh Miller bersama dengan Jerome Bruner pada tahun 1960. Jerome Bruner sendiri merupakan salah satu pengembang teori kognitif yang terkenal.

Secara resminya, pendekatan kognitif dalam psikologi dapat dikatakan dimulai pada tahun 1967. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya buku dari Ulrich Neisser yang berjudul “Cognitive Psychology”. Dalam buku ini, Neisser menempatkan istilah psikologi kognitif dalam penggunanaan secara luas dan umum. Lebih lanjut, definisi dari kognisi menurut Neisser memberikan gambaran dari suatu konsep yang progresif pada saat itu akan konsep dari proses kognitif.

Istilah kognisi sendiri mengacu kepada berbagai macam proses yang mana rangsangan indera yang diterima kemudia diubah , dikurangi, ditambahkan, disimpan, diambil kembali dan digunakan. Hal ini berhubungan dengan berbagai proses bahkan pada saat mereka beroperasi walaupun tanpa adanya stimulasi yang relevan, seperti gambar dan halusinasi. Dengan definisi yang demikian luas, maka menjadi jelas bahwa kognisi melibatkan seluruh hal yang manusia mungkin untuk lakukan.
Dengan demikian maka fenomena psikologi secara keseluruhan merupakan fenomena kognitif. Walaupun psikologi kognitif berkaitan dengan seluruh aktivitas manusia dan bukan hanya sebagian darinya.

Kemudian, pada tahun 1968, Atkinson dan Siffrin lalu mengembangkan model yang menjelaskan tentang proses dari memori. Perkembangan ini dilanjutkan oleh Newell dan Simon yang pada tahun 1972 lalu mengembangkan “General Problem Solver”.

Baca juga :

Teori Kognitif Behavioral atau Perilaku

Posted by litelinfo

2. Teori Kognitif Behavioral atau Perilaku
Pada dasarnya teori kognitif perilaku ini menjelaskan tentang peranan dan pengaruh dari kognisi atau mengetahui dalam menentukan dan memperikirakan tentang pola tingkah laku dari suatu individu.
Dasar dari teori ini dikembangkan oleh Aaron Beck.
Teori Kognitif Behavioral mengataan bahwa para individu cenderung untuk membentuk suatu konsep pribadi yang akan memberikan pengaruh terhadap tingkah laku yang mereka tunjukkan. Konsep konsep ini dapat bersifat positif dan negatif. Selain itu, berbagai macam konsep ini juga dapat mempengaruhi lingkungan di mana seseorang berada.
Selanjutnya teori kognitif behavioral ini menjelaskan tentang tingkah laku manusia dan proses belajar dengan menggunakan apa yang disebut dengan “triad kognitif”.

Seorang psikolog akan mencoba untuk mengubah pola pemikiran dari pasien yang berpikir bahwa mereka memiliki kelebihan berat badan dengan tujuan untuk mengurangi perilaku tidak sehat yang dihasilkannya.

Psikologi kognitif mulai berkembang secara pesat sejak tahun 1950an terutama pada pertengahan tahun 50an. Perkembangan psikologi kognitif dalam psikologi modern sendiri dimulai ejak tahun 1948 pada saat Norbert Wiener menerbitkan bukunya yang berjudul “Cybernetics: or Control and Communication in the Animal and the Machine”. Dalam bukunya tersebut, Wiener memperkenalkan istilah istilah baru seperti input dan output.
Lebih lanjut, juga pada tahun 1948, Tolman menerbitkan risetnya yang berkaitan dengan pemetaan kognitif, yaitu melatih tikus tikus untuk berjalan dalam sebuah labirin. Dengan melalui eksperimennya tersebut, Tolman mengambil kesimpulan bahwa hewan juga memiliki representasi internal dari tingkah laku.

Kemudian lahirnya psikologi kognitif sendiri sering kali ditujukan pada peristiwa yang terjadi pada tahun 1956, yaitu pada saat terbitnya buku dari George Miller yang berjudul “The Magical Number 7 plus or Minus 2”. Perkembangan dari psikologi kognitif sendiri didukung dengan pendirian Center for Cognitive Studies atau Pusat untuk Penelitian Kognitif di Harvard. Pusat penelitian ini didirikan oleh Miller bersama dengan Jerome Bruner pada tahun 1960. Jerome Bruner sendiri merupakan salah satu pengembang teori kognitif yang terkenal.

Secara resminya, pendekatan kognitif dalam psikologi dapat dikatakan dimulai pada tahun 1967. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya buku dari Ulrich Neisser yang berjudul “Cognitive Psychology”. Dalam buku ini, Neisser menempatkan istilah psikologi kognitif dalam penggunanaan secara luas dan umum. Lebih lanjut, definisi dari kognisi menurut Neisser memberikan gambaran dari suatu konsep yang progresif pada saat itu akan konsep dari proses kognitif.

Istilah kognisi sendiri mengacu kepada berbagai macam proses yang mana rangsangan indera yang diterima kemudia diubah , dikurangi, ditambahkan, disimpan, diambil kembali dan digunakan. Hal ini berhubungan dengan berbagai proses bahkan pada saat mereka beroperasi walaupun tanpa adanya stimulasi yang relevan, seperti gambar dan halusinasi. Dengan definisi yang demikian luas, maka menjadi jelas bahwa kognisi melibatkan seluruh hal yang manusia mungkin untuk lakukan.
Dengan demikian maka fenomena psikologi secara keseluruhan merupakan fenomena kognitif. Walaupun psikologi kognitif berkaitan dengan seluruh aktivitas manusia dan bukan hanya sebagian darinya.

Kemudian, pada tahun 1968, Atkinson dan Siffrin lalu mengembangkan model yang menjelaskan tentang proses dari memori. Perkembangan ini dilanjutkan oleh Newell dan Simon yang pada tahun 1972 lalu mengembangkan “General Problem Solver”.

Baca juga :

Teori Belajar Kognitif Sosial


1. Teori Kognitif Sosial
Dalam teori kognitif sosial ini ada 3 variabel yang harus dipertimbangkan. Variabel variabel ini adalah:
Faktor perilaku.
Faktor lingkungan atau disebut juga faktor ekstrinsik.
Faktor personal atau dikenal juga sebagai faktor intrinsik
Tiga variable dalam teori kognitif sosial ini dapat dikatakan saling berkaitan satu dengan lainnya. Ketiganya merupakan variabel yang secara bersama sama membantu proses belajar untuk terjadi. Suatu pengalaman individu akan bergabung dengan berbagai macam determinan yang menentukan perilaku serta faktor lingkungan.

Dalam interaksi antara seseorang dengan lingkungannya, keyakinan manusia, idea dan kompetensi kognitif akan dimodifikasi dan diubah oleh berbagai rupa faktor eksternal. Contoh contoh faktor eksternal ini misalnya adalah orang tua yang memberikan dukungan, lingkungan yang penuh dengan stress atau bisa juga seperti udara yang panas dan berdebu atau ilkim yang dingin. 

Demikian juga halnya dalam interaksi antara seseorang dengan perilaku. Dalam hal ini, proses kognitif seseorang akan mempengaruhi perilakunya. Dmikian pula halnya adalah kinerja dari perilaku yang demikian akan mengubah bagaimana cara seseorang berpikir.

Pada akhirnya adalah interaksi antara lingkungan dengan perilaku. Faktor eksternal dapat mengubah bagaimana seseorang berperilaku. Demikian juga sebaliknya, perilaku seseorang juga dapat mempengaruhi dan memberikan perubahan terhadap lingkungan yang berada di sekitarnya.

Dengan demikian maka model ini secara jelas mengimplikasikan bahwa agar proses belajar yang efektif dan mendorong k earah yang positif dapat terjadi, maka suatu individu seharusnya memiliki karakteristik personal yang bersifat positif, menunjukkan perilaku yang semestinya dan juga berada di dalam lingkungan yang memberikan dukungan.

Sebagai tambahannya, teori kognitif sosial menyebutkan bahwa pengalaman baru harus dievaluasi oleh suatu individu yang berada dalam tahap belajar dengan menggunakan metode untuk melakukan analisa perbandingan terhadap pengalaman yang pernah dialami sebelumnya. Perlu diingat bahwa pengalaman yang pernah dialamu sebelumnya yang digunakan dalam analisa ini harus memiliki determinan yang sama.

Oleh karena itu, maka menurut teori kognitif sosial, proses pembelajaran sendiri merupakan hasil dari evaluasi yang seksama dan mendalam terhadap pengalaman yang dialami sekarang ini dibandingkan dengan pengalaman yang telah dialami sebelumnya

Konsep dasar yang diusung oleh teori kognitif sosial ini tidak hanya dapat dilihat pada individu yang telah dewasa, namun dapat juga diamati pada bayi, anak anak dan remaja. Konsep dasar dalam teori kognitif social adalah:
1. Pembelajaran dengan Observasi
Secara singkatnya ini merupakan suatu proses untuk memperoleh pelajaran dari orang lain yang dilakukan dengan mengamati apa yag mereka lakukan. Proses ini dapat dikatakan merupakan cara yang efektif bagi suatu individu untuk memperoleh pengetahuan baru dan juga mengubah perilaku
2. Reproduksi
3. Kemajuan diri
4. Penanganan Emosional
5. Kemampuan Mengatur Diri Sendiri

Teori Belajar Kognitif Sosial

Posted by litelinfo


1. Teori Kognitif Sosial
Dalam teori kognitif sosial ini ada 3 variabel yang harus dipertimbangkan. Variabel variabel ini adalah:
Faktor perilaku.
Faktor lingkungan atau disebut juga faktor ekstrinsik.
Faktor personal atau dikenal juga sebagai faktor intrinsik
Tiga variable dalam teori kognitif sosial ini dapat dikatakan saling berkaitan satu dengan lainnya. Ketiganya merupakan variabel yang secara bersama sama membantu proses belajar untuk terjadi. Suatu pengalaman individu akan bergabung dengan berbagai macam determinan yang menentukan perilaku serta faktor lingkungan.

Dalam interaksi antara seseorang dengan lingkungannya, keyakinan manusia, idea dan kompetensi kognitif akan dimodifikasi dan diubah oleh berbagai rupa faktor eksternal. Contoh contoh faktor eksternal ini misalnya adalah orang tua yang memberikan dukungan, lingkungan yang penuh dengan stress atau bisa juga seperti udara yang panas dan berdebu atau ilkim yang dingin. 

Demikian juga halnya dalam interaksi antara seseorang dengan perilaku. Dalam hal ini, proses kognitif seseorang akan mempengaruhi perilakunya. Dmikian pula halnya adalah kinerja dari perilaku yang demikian akan mengubah bagaimana cara seseorang berpikir.

Pada akhirnya adalah interaksi antara lingkungan dengan perilaku. Faktor eksternal dapat mengubah bagaimana seseorang berperilaku. Demikian juga sebaliknya, perilaku seseorang juga dapat mempengaruhi dan memberikan perubahan terhadap lingkungan yang berada di sekitarnya.

Dengan demikian maka model ini secara jelas mengimplikasikan bahwa agar proses belajar yang efektif dan mendorong k earah yang positif dapat terjadi, maka suatu individu seharusnya memiliki karakteristik personal yang bersifat positif, menunjukkan perilaku yang semestinya dan juga berada di dalam lingkungan yang memberikan dukungan.

Sebagai tambahannya, teori kognitif sosial menyebutkan bahwa pengalaman baru harus dievaluasi oleh suatu individu yang berada dalam tahap belajar dengan menggunakan metode untuk melakukan analisa perbandingan terhadap pengalaman yang pernah dialami sebelumnya. Perlu diingat bahwa pengalaman yang pernah dialamu sebelumnya yang digunakan dalam analisa ini harus memiliki determinan yang sama.

Oleh karena itu, maka menurut teori kognitif sosial, proses pembelajaran sendiri merupakan hasil dari evaluasi yang seksama dan mendalam terhadap pengalaman yang dialami sekarang ini dibandingkan dengan pengalaman yang telah dialami sebelumnya

Konsep dasar yang diusung oleh teori kognitif sosial ini tidak hanya dapat dilihat pada individu yang telah dewasa, namun dapat juga diamati pada bayi, anak anak dan remaja. Konsep dasar dalam teori kognitif social adalah:
1. Pembelajaran dengan Observasi
Secara singkatnya ini merupakan suatu proses untuk memperoleh pelajaran dari orang lain yang dilakukan dengan mengamati apa yag mereka lakukan. Proses ini dapat dikatakan merupakan cara yang efektif bagi suatu individu untuk memperoleh pengetahuan baru dan juga mengubah perilaku
2. Reproduksi
3. Kemajuan diri
4. Penanganan Emosional
5. Kemampuan Mengatur Diri Sendiri

Teori Belajar Behavioristik

Pengertian Teori Belajar Behavioristik
Teori Behavioristik merupakan perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap pengembangan teori pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya.

Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur.

Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut. Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.

Prinsip-prinsip  Teori Behavioristik
1.Perilaku nyata dan terukur memiliki makna tersendiri, bukan sebagai perwujudan dari jiwa atau mental yang abstrak.
2.Aspek mental dari kesadaran yang tidak memiliki bentuk fisik adalah pseudo problem untuk sciene, harus dihindari.
3. Penganjur utama adalah Watson : overt, observable behavior, adalah satu-satunya subyek yang sah dari ilmu psikologi yang benar.
4. Dalam perkembangannya, pandangan Watson yang ekstrem ini dikembangkan lagi oleh para behaviorist dengan memperluas ruang lingkup studi behaviorisme dan akhirnya pandangan behaviorisme juga menjadi tidak seekstrem Watson, dengan mengikutsertakan faktor-faktor internal juga, meskipun fokus pada overt behavior tetap terjadi.
5. Aliran behaviorisme juga menyumbangkan metodenya yang terkontrol dan bersifat positivistik dalam perkembangan ilmu psikologi.
6. Banyak ahli membagi behaviorisme ke dalam dua periode, yaitu behaviorisme awal dan yang lebih belakangan.

Teori behavioristik merupakan teori yang menggunakan hubungan stimulus-responnya dan menganggap orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku.

Teori behavioristik tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi pebelajar, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama.

Penerapan teori behaviroristik yang salah dalam suatu situasi pembelajaran mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai central, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid.

Metode behavioristik sesuai untuk perolehan kemampaun yang membutuhkan praktek dan pembiasaan juga sesuai diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa.

Teori Belajar Behavioristik

Posted by litelinfo

Pengertian Teori Belajar Behavioristik
Teori Behavioristik merupakan perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap pengembangan teori pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya.

Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur.

Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut. Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.

Prinsip-prinsip  Teori Behavioristik
1.Perilaku nyata dan terukur memiliki makna tersendiri, bukan sebagai perwujudan dari jiwa atau mental yang abstrak.
2.Aspek mental dari kesadaran yang tidak memiliki bentuk fisik adalah pseudo problem untuk sciene, harus dihindari.
3. Penganjur utama adalah Watson : overt, observable behavior, adalah satu-satunya subyek yang sah dari ilmu psikologi yang benar.
4. Dalam perkembangannya, pandangan Watson yang ekstrem ini dikembangkan lagi oleh para behaviorist dengan memperluas ruang lingkup studi behaviorisme dan akhirnya pandangan behaviorisme juga menjadi tidak seekstrem Watson, dengan mengikutsertakan faktor-faktor internal juga, meskipun fokus pada overt behavior tetap terjadi.
5. Aliran behaviorisme juga menyumbangkan metodenya yang terkontrol dan bersifat positivistik dalam perkembangan ilmu psikologi.
6. Banyak ahli membagi behaviorisme ke dalam dua periode, yaitu behaviorisme awal dan yang lebih belakangan.

Teori behavioristik merupakan teori yang menggunakan hubungan stimulus-responnya dan menganggap orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku.

Teori behavioristik tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi pebelajar, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama.

Penerapan teori behaviroristik yang salah dalam suatu situasi pembelajaran mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai central, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid.

Metode behavioristik sesuai untuk perolehan kemampaun yang membutuhkan praktek dan pembiasaan juga sesuai diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa.

Tokoh-tokoh Aliran Behavioristik

1.Edward Lee Thorndike (1874 – 1949)
Menurut Thorndike, belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, juga dapat berupa pikiran, perasaan, gerakan atau tindakan. Teori Thorndike ini sering disebut teori koneksionisme. Prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan membentuk asosiasi (connection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik pada kegiatan jahit-menjahit, maka ia akan cenderung mengerjakannya. Apabila hal ini dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar menjahit akan menghasilkan prestasi memuaskan.

Dengan adanya pandangan-pandangan Thorndike yang memberikan sumbangan cukup besar di dunia pendidikan tersebut, maka ia dinobatkan sebagai salah satu tokoh pelopor dalam psikologi pendidikan. Selain itu, bentuk belajar yang paling khas baik pada hewan maupun pada manusia menurutnya adalah “trial and error learning atau selecting and connecting learning” dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu.

Menurut Thorndike terdapat tiga hukum belajar yang utama yaitu :
1. The Law of Effect (Hukum Akibat).
Hukum akibat yaitu hubungan stimulus respon yang cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi.
Koneksi antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak dapat menguat atau melemah, tergantung pada “buah” hasil perbuatan yang pernah dilakukan. Misalnya, bila anak mengerjakan PR, ia mendapatkan muka manis gurunya. Namun, jika sebaliknya, ia akan dihukum. Kecenderungan mengerjakan PR akan membentuk sikapnya.
2. The Law of Exercise (Hukum Latihan)
Hukum latihan yaitu semakin sering tingkah laku diulang/dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat. Dalam hal ini, hukum latihan mengandung dua hal: The Law of Use : hubungan-hubungan atau koneksi-koneksi akan menjadi bertambah kuat, kalau ada latihan yang sifatnya lebih memperkuat hubungan itu. The Law of Disue : hubungan-hubungan atau koneksi-koneksi akan menjadi bertambah lemah atau terlupa kalau latihan-latihan dihentikan, karena sifatnya yang melemahkan hubungan tersebut.
3. The Law of Readiness (Hukum Kesiapan).
Hukum kesiapan yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
Prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar merupakan suatu kegiatan membentuk asosiasi (connection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik pada kegiatan jahit-menjahit, maka ia akan cenderung mengerjakannya. Apabila hal ini dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar menjahit akan menghasilkan prestasi memuaskan.

2. John Watson (1878 – 1958)
Watson adalah seorang behavioris murni, kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur.
Menurut Watson, belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon tersebut harus dapat diamati dan diukur. Jadi perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati.


Pandangan utama Watson:
1. Psikologi mempelajari stimulus dan respons (S-R Psychology). Yang dimaksud dgn stimulus adalah semua obyek di lingkungan, termasuk juga perubahan jaringan dalam tubuh. Respon adalah apapun yang dilakukan sebagai jawaban terhadap stimulus, mulai dari tingkat sederhana hingga tingkat tinggi, juga termasuk pengeluaran kelenjar. Respon ada yang overt dan covert, learned dan unlearned.

2. Tidak mempercayai unsur herediter (keturunan) sebagai penentu perilaku. Perilaku manusia adalah hasil belajar sehingga unsur lingkungan sangat penting (lihat pandangannya yang sangat ekstrim menggambarkan hal ini pada Lundin, 1991 p.173). Dengan demikian pandangan Watson bersifat deterministik, perilaku manusia ditentukan oleh faktor eksternal, bukan berdasarkan free will.

3. Dalam kerangka mind-body, pandangan Watson sederhana saja. Baginya, mind mungkin saja ada, tetapi bukan sesuatu yang dipelajari ataupun akan dijelaskan melalui pendekatan ilmiah. Jadi bukan berarti bahwa Watson menolak mind secara total. Ia hanya mengakui body sebagai obyek studi ilmiah. Penolakan dari consciousness, soul atau mind ini adalah ciri utama behaviorisme dan kelak dipegang kuat oleh para tokoh aliran ini, meskipun dalam derajat yang berbeda-beda. [Pada titik ini sejarah psikologi mencatat pertama kalinya sejak jaman filsafat Yunani terjadi penolakan total terhadap konsep soul dan mind. Tidak heran bila pandangan ini di awal mendapat banyak reaksi keras, namun dengan berjalannya waktu behaviorisme justru menjadi populer.]

4. Sejalan dengan fokusnya terhadap ilmu yang obyektif, maka psikologi harus menggunakan metode empiris. Dalam hal ini metode psikologi adalah observation, conditioning, testing, dan verbal reports.

5. Secara bertahap Watson menolak konsep insting, mulai dari karakteristiknya sebagai refleks yang unlearned, hanya milik anak-anak yang tergantikan oleh habits, dan akhirnya ditolak sama sekali kecuali simple reflex seperti bersin, merangkak, dan lain-lain.

6. Sebaliknya, konsep learning adalah sesuatu yang vital dalam pandangan Watson, juga bagi tokoh behaviorisme lainnya. Habits yang merupakan dasar perilaku adalah hasil belajar yang ditentukan oleh dua hukum utama, recency dan frequency. Watson mendukung conditioning respon Pavlov dan menolak law of effect dari Thorndike. Maka habits adalah proses conditioning yang kompleks. Ia menerapkannya pada percobaan phobia (subyek Albert). Kelak terbukti bahwa teori belajar dari Watson punya banyak kekurangan dan pandangannya yang menolak Thorndike salah.

7. Pandangannya tentang memory membawanya pada pertentangan dengan William James. Menurut Watson apa yang diingat dan dilupakan ditentukan oleh seringnya sesuatu digunakan/dilakukan. Dengan kata lain, sejauh smana sesuatu dijadikan habits. Faktor yang menentukan adalah kebutuhan.

8. Proses thinking and speech terkait erat. Thinking adalah subvocal talking. Artinya proses berpikir didasarkan pada keterampilan berbicara dan dapat disamakan dengan proses bicara yang ‘tidak terlihat’, masih dapat diidentifikasi melalui gerakan halus seperti gerak bibir atau gesture lainnya.

9. Sumbangan utama Watson adalah ketegasan pendapatnya bahwa perilaku dapat dikontrol dan ada hukum yang mengaturnya. Jadi psikologi adalah ilmu yang bertujuan meramalkan perilaku. Pandangan ini dipegang terus oleh banyak ahli dan diterapkan pada situasi praktis. Dengan penolakannya pada mind dan kesadaran, Watson juga membangkitkan kembali semangat obyektivitas dalam psikologi yang membuka jalan bagi riset-riset empiris pada eksperimen terkontrol.

3.Clark L. Hull (1884 – 1952)
Clark Hull juga menggunakan variable hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Menurut Clark Hull, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam.

Prinsip utama teorinya :
Reinforcement adalah faktor penting dalam belajar yang harus ada. Namun fungsi reinforcement bagi Hull lebih sebagai drive reduction daripada satisfied factor.
Dalam mempelajari hubungan S-R yang diperlu dikaji adalah peranan dari intervening variable (atau yang juga dikenal sebagai unsure O (organisma)). Faktor O adalah kondisi internal dan sesuatu yang disimpulkan (inferred), efeknya dapat dilihat pada faktor R yang berupa output. Karena pandangan ini Hull dikritik karena bukan behaviorisme sejati. Proses belajar baru terjadi setelah keseimbangan biologis terjadi. Di sini tampak pengaruh teori Darwin yang mementingkan adaptasi biologis organism.

4. Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan. Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi.
Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, sehingga dalam kegiatan belajar peserta didik perlu diberi stimulus dengan sering agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.

5. Burrhus Frederic Skinner (1904 – 1990)
Konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. 

Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku.

Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah karena perlu penjelasan lagi.



Tokoh-tokoh Aliran Behavioristik

Posted by litelinfo

1.Edward Lee Thorndike (1874 – 1949)
Menurut Thorndike, belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, juga dapat berupa pikiran, perasaan, gerakan atau tindakan. Teori Thorndike ini sering disebut teori koneksionisme. Prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan membentuk asosiasi (connection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik pada kegiatan jahit-menjahit, maka ia akan cenderung mengerjakannya. Apabila hal ini dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar menjahit akan menghasilkan prestasi memuaskan.

Dengan adanya pandangan-pandangan Thorndike yang memberikan sumbangan cukup besar di dunia pendidikan tersebut, maka ia dinobatkan sebagai salah satu tokoh pelopor dalam psikologi pendidikan. Selain itu, bentuk belajar yang paling khas baik pada hewan maupun pada manusia menurutnya adalah “trial and error learning atau selecting and connecting learning” dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu.

Menurut Thorndike terdapat tiga hukum belajar yang utama yaitu :
1. The Law of Effect (Hukum Akibat).
Hukum akibat yaitu hubungan stimulus respon yang cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi.
Koneksi antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak dapat menguat atau melemah, tergantung pada “buah” hasil perbuatan yang pernah dilakukan. Misalnya, bila anak mengerjakan PR, ia mendapatkan muka manis gurunya. Namun, jika sebaliknya, ia akan dihukum. Kecenderungan mengerjakan PR akan membentuk sikapnya.
2. The Law of Exercise (Hukum Latihan)
Hukum latihan yaitu semakin sering tingkah laku diulang/dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat. Dalam hal ini, hukum latihan mengandung dua hal: The Law of Use : hubungan-hubungan atau koneksi-koneksi akan menjadi bertambah kuat, kalau ada latihan yang sifatnya lebih memperkuat hubungan itu. The Law of Disue : hubungan-hubungan atau koneksi-koneksi akan menjadi bertambah lemah atau terlupa kalau latihan-latihan dihentikan, karena sifatnya yang melemahkan hubungan tersebut.
3. The Law of Readiness (Hukum Kesiapan).
Hukum kesiapan yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
Prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar merupakan suatu kegiatan membentuk asosiasi (connection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik pada kegiatan jahit-menjahit, maka ia akan cenderung mengerjakannya. Apabila hal ini dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar menjahit akan menghasilkan prestasi memuaskan.

2. John Watson (1878 – 1958)
Watson adalah seorang behavioris murni, kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur.
Menurut Watson, belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon tersebut harus dapat diamati dan diukur. Jadi perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati.


Pandangan utama Watson:
1. Psikologi mempelajari stimulus dan respons (S-R Psychology). Yang dimaksud dgn stimulus adalah semua obyek di lingkungan, termasuk juga perubahan jaringan dalam tubuh. Respon adalah apapun yang dilakukan sebagai jawaban terhadap stimulus, mulai dari tingkat sederhana hingga tingkat tinggi, juga termasuk pengeluaran kelenjar. Respon ada yang overt dan covert, learned dan unlearned.

2. Tidak mempercayai unsur herediter (keturunan) sebagai penentu perilaku. Perilaku manusia adalah hasil belajar sehingga unsur lingkungan sangat penting (lihat pandangannya yang sangat ekstrim menggambarkan hal ini pada Lundin, 1991 p.173). Dengan demikian pandangan Watson bersifat deterministik, perilaku manusia ditentukan oleh faktor eksternal, bukan berdasarkan free will.

3. Dalam kerangka mind-body, pandangan Watson sederhana saja. Baginya, mind mungkin saja ada, tetapi bukan sesuatu yang dipelajari ataupun akan dijelaskan melalui pendekatan ilmiah. Jadi bukan berarti bahwa Watson menolak mind secara total. Ia hanya mengakui body sebagai obyek studi ilmiah. Penolakan dari consciousness, soul atau mind ini adalah ciri utama behaviorisme dan kelak dipegang kuat oleh para tokoh aliran ini, meskipun dalam derajat yang berbeda-beda. [Pada titik ini sejarah psikologi mencatat pertama kalinya sejak jaman filsafat Yunani terjadi penolakan total terhadap konsep soul dan mind. Tidak heran bila pandangan ini di awal mendapat banyak reaksi keras, namun dengan berjalannya waktu behaviorisme justru menjadi populer.]

4. Sejalan dengan fokusnya terhadap ilmu yang obyektif, maka psikologi harus menggunakan metode empiris. Dalam hal ini metode psikologi adalah observation, conditioning, testing, dan verbal reports.

5. Secara bertahap Watson menolak konsep insting, mulai dari karakteristiknya sebagai refleks yang unlearned, hanya milik anak-anak yang tergantikan oleh habits, dan akhirnya ditolak sama sekali kecuali simple reflex seperti bersin, merangkak, dan lain-lain.

6. Sebaliknya, konsep learning adalah sesuatu yang vital dalam pandangan Watson, juga bagi tokoh behaviorisme lainnya. Habits yang merupakan dasar perilaku adalah hasil belajar yang ditentukan oleh dua hukum utama, recency dan frequency. Watson mendukung conditioning respon Pavlov dan menolak law of effect dari Thorndike. Maka habits adalah proses conditioning yang kompleks. Ia menerapkannya pada percobaan phobia (subyek Albert). Kelak terbukti bahwa teori belajar dari Watson punya banyak kekurangan dan pandangannya yang menolak Thorndike salah.

7. Pandangannya tentang memory membawanya pada pertentangan dengan William James. Menurut Watson apa yang diingat dan dilupakan ditentukan oleh seringnya sesuatu digunakan/dilakukan. Dengan kata lain, sejauh smana sesuatu dijadikan habits. Faktor yang menentukan adalah kebutuhan.

8. Proses thinking and speech terkait erat. Thinking adalah subvocal talking. Artinya proses berpikir didasarkan pada keterampilan berbicara dan dapat disamakan dengan proses bicara yang ‘tidak terlihat’, masih dapat diidentifikasi melalui gerakan halus seperti gerak bibir atau gesture lainnya.

9. Sumbangan utama Watson adalah ketegasan pendapatnya bahwa perilaku dapat dikontrol dan ada hukum yang mengaturnya. Jadi psikologi adalah ilmu yang bertujuan meramalkan perilaku. Pandangan ini dipegang terus oleh banyak ahli dan diterapkan pada situasi praktis. Dengan penolakannya pada mind dan kesadaran, Watson juga membangkitkan kembali semangat obyektivitas dalam psikologi yang membuka jalan bagi riset-riset empiris pada eksperimen terkontrol.

3.Clark L. Hull (1884 – 1952)
Clark Hull juga menggunakan variable hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Menurut Clark Hull, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam.

Prinsip utama teorinya :
Reinforcement adalah faktor penting dalam belajar yang harus ada. Namun fungsi reinforcement bagi Hull lebih sebagai drive reduction daripada satisfied factor.
Dalam mempelajari hubungan S-R yang diperlu dikaji adalah peranan dari intervening variable (atau yang juga dikenal sebagai unsure O (organisma)). Faktor O adalah kondisi internal dan sesuatu yang disimpulkan (inferred), efeknya dapat dilihat pada faktor R yang berupa output. Karena pandangan ini Hull dikritik karena bukan behaviorisme sejati. Proses belajar baru terjadi setelah keseimbangan biologis terjadi. Di sini tampak pengaruh teori Darwin yang mementingkan adaptasi biologis organism.

4. Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan. Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi.
Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, sehingga dalam kegiatan belajar peserta didik perlu diberi stimulus dengan sering agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.

5. Burrhus Frederic Skinner (1904 – 1990)
Konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. 

Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku.

Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah karena perlu penjelasan lagi.



KATEGORI

Edukasi (13) Teori Belajar (10) Serba-serbi (7) Belajar (4) Admin Sekolah (3) Karya Ilmiah (3) Komputer (3) Tutorial Blog (3) BKonseling (2) SIM PKB (2) Penelitian (1)

Postingan Populer

Postingan Populer

Postingan Populer

Cara Kilat Breadcrumb Terindeks Google

Cara Kilat Breadcrumb Terindeks Google  - Kali ini kita akan membahas cara membuat breadcrumnb segera terindeks google, bahkan blog tak b...

Followers

back to top